Demons Inside Me



Apakah keadaan akan berubah, ketika kita tahu kapan waktu yang tepat untuk mati?
Apakah sikap kita juga akan berubah? 

Kurasa, jauh lebih baik mengetahui kapan kita akan mati. Bahkan dalam perjalanan pulang pun sempat berpikir sepertinya menyenangkan mengetahui adanya tumor dalam kepalamu, dan waktu hidup yang diperkirakan dokter mungkin hanya sekitar 1 tahun, ah tidak... mungkin 6 bulan akan membuatnya jauh lebih seru. Coba bayangkan apa yang akan kau lakukan dalam waktu 6 bulan itu? menjelajahi tempat baru? membaca semua buku murah yang kubeli di pelelangan buku usang? atau berbuat baik setidaknya sekali dalam sehari, 30x6= 180 kebaikan. Mungkin sudah lumayan untuk mengurangi sekian persen dari dosa yang kuperbuat dalam 23 tahun masa hidupku. Oh dan jangan lupa memberi makan anjing bodoh bernama Jhonny yang selalu menggonggong tanpa sebab bahkan tengah malam. 

Sebenarnya darimana asal semua pikiran bodoh ini?

Migrane 2 hari berturut-turut mungkin sudah memakan sebagian dari kecerdasan otakku.  Sekarangpun aku berpikir, apakah migrane dapat membunuh orang? apakah aku hanya perlu menenggak beberapa biji pil kemudian jatuh tertidur dan enggan bangun lagi keesokan paginya. 

Kemarin aku hanya mampu menenggak 2 biji saja, ukuran pilnya hampir sebesar ibu jariku. Apa yang ada dipikiran para apoteker itu sampai menciptakan obat sebesar itu. apakah sudah ada riset yang dapat memberikan funfact tentang berapa banyak orang mati tersedak akibat ukuran obat yang sangat besar? Seharusnya ini menjadi ide pokok skripsi salah satu anak farmasi, kan? Pengaruh ukuran obat sebesar biji langsat, terhadap jumlah kematian di dunia.

Ah, lagi-lagi darimana pikiran bodoh ini berasal dan sejak kapan? sejak kecil sepertinya.... selama 23 tahun usia hidupku di dunia, masih banyak pertanyaan bodoh dalam kepalaku yang ingin kutanyakan. Tapi pada siapa? Siapa yang cukup cerdas untuk menjawab semua pertanyaan itu? atau siapa yang punya sebegitu banyak waktu luang untuk memikirkan orang lain? Memikirkan pemikiranku?

Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana rasanya mati? membayangkan bagaimana reaksi orang orang terhadap itu, dan bagaimana dunia tanpa kalian. Kurasa semua akan baik-baik saja setelah beberapa waktu berlalu. Karena aku, kamu, kita adalah satu dari sekian banyak produk gagal di dunia, yang tercipta mungkin dari kesalahan, atau hanya bagian dari eksperimen hidup, atau lebih buruk lagi menjadi sekedar figuran dalam cerita hidup orang-orang hebat.

Membayangkan diri sendiri seperti sebungkus snack yang akan kadaluarsa minggu depan. I mean, kita semua punya batas hidup seperti snack yang punya tanggal kadaluarsa. Pada akhirnya kita semua akan kadaluarsa. Pada akhirnya kita semua akan menghadapi akhir, dan sepertinya semua akan berakhir buruk. Because happy ending is no longer fun! seperti happy ending ala snow white tidak lagi populer, dan membuat Rupert Sanders menciptakan The Huntsman yang jauh lebih keren dari Pangeran-Entah-Siapa yang mencium Snow White.

Lalu, untuk apa kita diciptakan? untuk siapa kita bekerja? mengapa kita berusaha? sebenarnya apa yang kita cari?

Siapakah aku yang mempertanyakan kekuatan hidup?

Kau tahu apa yang mencegahku melakukan hal-hal gila? karena aku terlalu sibuk mengurusi dunia ini, terlalu sibuk mengurusi hal receh mengenai kehidupan, mengenai skandal artis, mengenai gosip di sekitarku, bahkan terlalu sibuk memikirkan ternyata capung adalah hasil metamorfosis dari undur undur. Mungkin aku terlalu sibuk atau lebih tepatnya sengaja menyibukkan pikiran agar tidak memikirkan hal yang tidak menyenangkan. Andai saja aku Theodore finch yang dengan gampang menulis kata tidak menyenangkan dan merobeknya, Tidak.. aku tidak akan merobek, melainkan membakarnya. Tapi apa bisa sesederhana itu?

Cesare Pavese pernah menulis "Kau tidak mengingat hari-hari, kau mengingat momen-momen". Aku mengutipnya dari All the Bright Places karya Jenniver Niven. Kita hidup untuk mengumpulkan momen, dengan resiko bahwa tidak semua momen yang kita kumpulkan adalah momen bahagia. Kita tidak mengingat hari, tapi kita terus menghitung berapa banyak hari yang kita lewatkan tanpa membuat momen yang menyenangkan, berapa banyak hari yang tersisa untuk tetap bernafas. Berapa banyak waktu yang kita buang tanpa melakukan apa-apa.

KITA HANYA SEKEDAR BERTAHAN HIDUP, lebih mirip Hunger Games. Lalu lihat seberapa banyak orang yang bertahan. Mereka berdiam diri menunggu giliran dijemput atau menunggu tulisan Game Over. Berapa banyak yang akhirnya memutuskan, untuk menekan tombol BERHENTI dan memprotes kecurangan disana sini, dan mengakhiri permainan atas kehendak sendiri.

Mungkin aku harus memulai sebuah perjalanan, kataku pada diri sendiri (lebih tepatnya pada sisi diriku yang lain, sisi diriku yang hanya diam menerima apa yang terjadi, dan menunggu mati menjemput). Aku harus pergi, ke suatu tempat, pikirku. Sebelum kebosanan ini membunuhku, membunuh otakku. Mungkin aku hanya BOSAN,atau SINTING lebih tepatnya. Seperti suicide-note George Sanders:

“Dear World, I am leaving because I am bored. I feel I have lived long enough. I am leaving you with your worries in this sweet cesspool. Good luck.” 
― George Sanders

Sebutkan hal aneh lain yang belum kulakukan? Hal aneh yang mencegahku melakukan tindakan gila dan tidak sesuai norma sosial di negara ini. Merusak rambut sendiri dengan mewarnainya. Hari ini keemasan, besok biru, lalu hijau kemudian ungu. Menarik. Rasanya menyenangkan melihat bayangan diri sendiri dalam cermin, setelah mengubah hal-hal tidak penting lalu meyakinkan diri sendiri bahwa tindakan ini menyenangkan, dan menghindarkanmu dari rasa bosan. Bosan dengan rambut panjang, lalu memangkasnya hingga sebahu, mungkin besok atau lusa akan membotakinya. Mungkin warna-warna memang memiliki sihir, jadi kuputuskan untuk mewarnainya saja. Ternyata, rasa bosanlah yang nanti akan membunuhku, atau membunuh pikiranku.

This is not a suicide note or what. This is just a collection of words or rather trashes from my brain.


You can go and check this song on youtube, we all have demon inside our brain.

in the darkness, i will meet my creator. and they will agree, i'm a suffocator
i'm sorry if i'm smother

if you're still breathing, you are the lucky ones

1 komentar: