Dear You!



Dear you,

Today is your birthday, and i have no idea what gift i can give you for your special day since you are too far away. I can't even send you a birthday cake, it will get rotten after 51 hours shipping. So i decided to sit down at one of my favorite coffee shop and try to put together some words in my head and my deepest heart into this letter. Hopefully you can understand it since i am not good in writing English. LOL

Alrightt,, this is it!! 13 reasons why i like you:


1. You are like the smell of coffee at 8 am, saying good morning making me happy.
2. You send me dumb jokes, make me laugh when i'm sad, and are okay with me complaining all the time
3. You always know what to say when i get mad at you, you heal me
4. You want to play stupid games with me even if you don't understand the rule i made.
5. About the catdog thing, sometimes i think you can read my brain and it's scary but fun at the same time
6. You will always be there and reply my text for hours. Oh and i like the way you always find a way to text me even if you are busy doing homework, going out with friends, or even when you are not in a good mood.
7. You are smart, remember when you tell me Kiwi is actually a bird? I didn't know that goshhh!
8. You are a weirdo that dreams a weird dream about monsters and alien, and i'll be here every morning waiting for you to tell me all those dreams. Let's go to Area 51!!!
9. I like reading all your stories and i like playing 'manager' to keep you focused. It's not for you but for my own good hahaha its because i want to read your stories everyday.
10. You are a great story teller and a cabul writer.
11. Do you know how much i admire you for your passion that you always focus on your dreams and the fact that you never skip class just to have a good score? you nerd!
12. You know that i'm a big fan of your weird doodles and drawing
13. Last but not least, i like your beard, fingers, neck hahahha oh and other things that i couldn't write here 😏

At this point, you might wondering why 13? i don't know. Maybe because 10 is boring? Well, i probably have 100 reasons more but it will take time to write it down. You know i'm LAZY and i'm about to nap and it's quite challenging to write essay in English 😅

Having you as my partner in crime, as my friend, as my sensei and as my big brother is like my wildest fantasy. I never imagined i'd find someone as unique and smart and kind as you.

I hope ONE DAY you also find someone like that as i found you, someone that is happy to have you even you are miles away, someone who doesn't make you sad and lonely at night. Someone who laughs at your dumb jokes, someone who listens to your stupid theory about movie you just watched (or haven't watched or heard from your friend whatever, i don't know how you make theory about joker and you haven't watched it), someone that is okay with your weird music. Someone who will follow you on a space mission. Someone that doesn't make you a second guess and last but not least someone with a nice boobs and pierced nipples and bums wokwokwokwokwokkk!😂😂😂

Well, since you said everything is average i'll give you a mission. I know, i know, you have so many missions from me 😜 but this one is important. I want you to go out enjoying life, drink alcohol and get drunk, smoke pot, and don't just stay in your room doing homework or card game.

HAPPY BIRTHDAY!!

0 komentar:

Izinkan aku bercerita tentang dia, Wan!

travelendlesure.com

hai, Wan apa kabarmu?
sore ini aku ingin bercerita
tentang orang asing yang ternyata bisa bikin nyaman

iya.. ternyata

lihat jam tanganmu, sudah pukul berapa?
ini tidak akan lama, luangkan waktumu

Aku mulai darimana ya?
Oh iya, ini tentang orang asing itu
Yang melalui matanya kulihat diriku yang lebih baik,setidaknya menurutku
Lebih terbuka, dan yang paling penting lebih bodo amat.
Yang juga karenanya aku ingin menjadi sisi diriku yang dulu hanya sebatas imaji,
Seorang petualang

Ah, bukankah kau juga sering menyebutku petualang
Liar pasca berpisah dengan si A, begitu katamu
Menyebut namanya pun kau tak sudi

Kau selalu melihatku sebagai seorang yang hancur lebur setelah ditinggalkan cinta lama
Kau selalu menganggapku suka bermain
Melompat dari satu hati ke hati yang lain
Entah mencari apa! Gerutumu...

Cari apa kau? tanyamu setiap kali kuceritakan tentang mereka
Bosan lagi? Celetukmu tiap kali mendengar dering ponselku yang lalu kuabaikan
Yang kemarin apa kabar? sindirmu pedas melihatku yang senyam-senyum berbalas pesan

Tapi kali ini beda, Wan!
Jelasku berapi-api.

Orang ini seperti melihat diriku yang lain.
Bukan aku yang pernah terluka,
Bukan aku yang selalu murung dan kesepian,
Bukan aku yang seperti takut memulai hubungan

Tapi seperti dirimu, dia melihatku sebagai seorang petualang
Yang akan selalu tersenyum
Yang terbuka untuk setiap kesempatan
Yang tidak terbelenggu tradisi jam malam

Dia melihatku sepertimu, Wan!
Jelasku sambil memperbaiki posisi duduk
Melihatmu di seberang meja menyeruput segelas kopi hitam
Menikmati pahit manis yang tercampur
Larut dalam pikiranmu sendiri



0 komentar:

Midnight in Bali

nyabet di pinterest
"setidaknya sekali dalam hidup, kamu melakukan kegilaan yang akan dikenang sampai masa tua"


setuju tapi lupa baca dimana..

Senin pagi, 23 September 2019
Seperti biasa senin pagi selalu diisi dengan kemageran tingkat provinsi. As we all know, monday is a monster day. Jelas hari ini terkenal dengan kekejamannya, bahkan secangkir kopi hitampun tidak akan mampu menjadi penawar bete unlimited karena kemarinnya masih bisa bangun telat, tapi hari ini harus bangun pagi demi mengejar dolar. Ahsiappp!!!

Senin pagi selalu memberikan gue mood yang tidak stabil dan cuma bisa diperbaiki dengan nongkrong di kamar mandi berlama-lama, itupun kemungkinan berhasilnya hanya 50%. Biasanya di moment kayak gini, otak suka kepikiran hal-hal absurd. Bisa tentang kesalahan-kesalahan bodoh di masa lalu, keputusan impulsif yang bikin nyesel, atau serandom-randomnya mikir kira-kira kamu lagi sarapan apa? iya kamu... :)

Nah kebetulan otak gue hari ini sedang normal. Biasanya kalo lagi normal seperti ini, suka mikir hal-hal yang justru tambah bikin bete!  

Tadi pagi kepikiran kenapa ya gue bisa stuck sama pekerjaan yang sekarang. Teringat juga komentar seseorang "Kayak stress sekali ko sama pekerjaanmu". Lah iya ya, kayaknya sih. Apalagi setelah mengenal seseorang (nggak usah dikasih tanda kutip, malas lebbay) dengan pekerjaan keren yang sepertinya seru. Ah, lagi-lagi kesirikan hamba menyeruak ke permukaan hahahaha...

I love my job! that is true! nggak pake melebih-lebihkan. Tapi kalo boleh jujur gue juga pengen punya pekerjaan keren, ketemu orang-orang, dan experience keriaan kalo kata iklan pegi-pegi.

Kerja dari jam 8.30 sampai 17.30 setiap harinya duduk di depan laptop adalah rutinitas yang sangat-sangat membosankan. Meski diselipin dengan nonton youtube dan film di indoxxi but its still boring as f**k! Hamba butuh liburan!

Lebih tepatnya liburan kayak kemarin pas ke Bali. That was fun but more like a nano nano. Happy iya, deg-degan iya, eksplor tempat baru iya, emosi karena teman jalannya rese juga iya, oh dan yang paling greget i met my perfect stranger!!

Sampai di paragraf ini gue bingung mau kasih judul apa: Midnight in Bali kah biar kayak judul film lawas, atau Perfect Stranger biar kayak judul lagunya Jonas Blue? But anyway, apapun judulnya lewat tulisan ini gue pengen bercerita  kegilaan-kegilaan gue menyusuri jalan Legian sampai Seminyak bersama satu orang asing yang mungkin sampai kapan tahun tidak akan bisa gue lupain.

Yes, Sir! Where ever you are now, just want you to know you are my perfect stranger. Although you'll never read this, i want my beautiful memories to save you.

Aduh, jadi meloww kan guenya. Kangen aku, Mas! :-P

Long story short, beberapa bulan lalu (iya maap ini tulisan telat) gue dan seorang teman yang males banget sebutin namanya memutuskan untuk buang-buang duit dan bersenang-senang. Sebelumnya sih rencana mau ke labuan bajo ya say, tapi karena ada kendala yang berarti (a.k.a kapal buat pulang nggak ada) jadilah rencana liburan bareng teman kantor itu dibatalkan.

Nah, budget sudah ada dong, tinggal tempat liburannya saja yang belum ada. Tetiba kepikiran buat ke Bali lagi, secara waktu pertama ke Bali kayaknya kurang seru (baca: tidak mengekslpor dunia malam karena waktu itu belum cukup umur ehemmm)

Karena gue pergaulannya nggak luas-luas amat, jadilah gue komporin temen gue yang kebetulan istri sultan buat liburan bareng tuh. Padahal sih pergi sendiri juga bisa, tapi kalo dipikir-pikir lagi kurang seru ya lagian berdua denganmu pasti lebih hemat kalo kata lirik lagu lagi nih.

Jadi, kita disana itu kurang lebih 7-8 hari. Ini gue lupa persisnya berapa hari. Nah, kita ngambil jasa travel buat 3 hari, dan sisanya kita jalan-jalan sendiri naik grab.

Jalan-jalan sendiri disini maksudnya beneran sendiri ya. Pagi sampe sore itu gue temenin istri sultan buat shoping (BTW gue nggak shoping oleh-oleh ya secara gue gembel), nah pas malamnya ngalong sendiri. Iya, segila itu! Oya, sebelum dijudge jahat karena ninggalin temen di hotel sendirian, ini gue desclaimer dulu nih. So, si istri sultan ini kan lagi program hamil tuh say, doi nggak mau dong minum alkohol dan kena asap rokok. Lah gimana ceritanye diajakin ke club dan minum-minum lucu?

Apakah sampai disini sudah paham atau justru menimbulkan pertanyaan baru : Gimana ceritanye ketemu stranger?

Sabar.. sabar!

Jauh sebelum gue rencanain buat ke Bali, gue join sebuah website bernama couchsurfing buat ancang-ancang ke Thailand (halu). Sesuai taglinenya :


Stay with locals and meet travelers, website ini merupakan platform buat solo traveler untuk bisa numpang gratis di rumah masyarakat lokal atau kalo nggak mau merepotkan ya bisa  meet up-meet up syantik aja sambil ngopi ato ngebir.

Pas kemarin di Bali, baru saja mengaktifkan HP di bandara eh langsung muncul notifikasi saran buat join grup Whatsapp traveler disana. Join dong gue. Ternyata di dalam grup tersebut ada banyak sekali anggota lintas negara(?), jadi harus kudu wajib menggunakan bahasa inggris, which is fun!

Manfaat lain dari grup traveler ini adalah adanya acara meet up mingguan gratisss dan gue mikir "Hmmm banyak bule nih, uunnchh" hahahaha. So, tanpa perlu gue jelasin lagi kalian pasti tau dong apa yang terjadi selanjutnya?

Berawal dari chat-chat di grup Whatsapp, lanjutlah pc-pc dan janjian ketemu. Disinilah cerita ini berawal Hahahahahhaa...

If you are lucky enough to know me hahaha narsis bangke, kalian pasti tahu seberapa gilanya susunan-susunan gagasan dan pemikiran di otak gue. Apalagi kalau sedang di luar kota dalam rangka liburan. Asli gilanya keluar nih anak. Nah tau dong apa yang menarik dari Bali selain budayanya... Yess, dunia malam. Seniat itu gue sampai membuat list beach club dan bar yang harus gue masukin pas disana. Salah satu alasan gue juga buat tidak membuang uang membelikan oleh-oleh dan menyenangkan orang lain adalah karena gue bukan sultan sementara harga minuman mahal sayyy!!

I know i know, kalian pasti mikir "Nih anak sedeng ya, apa kurang belaian, apa nulis ini sambil mabok? apa telat nakal?"

Nope, not at all. Gue nggak sedeng, kurang belaian sih iya, tapi kalo dibilang telat nakal NO NO NO. Its a big No No. Kenapa? karena gue ngerasa justru di umur gue yang sekarang, gue butuh mengeksplor dunia ini dari sisi mana pun. So one day, ketika gue akhirnya memutuskan untuk settle down (kalo ada yang mau ye) ya bakalan fokus sama suami anak dan karir saja.

Justru menurut gue sangat disayangkan kalau sekarang hidup kalian lurus-lurus mengikuti aturan lantas nanti sudah menikah (dilarang-larang suami, diawasin mertua) kalian mengalami yang namanya krisis parubaya alias merindukan masa muda. Pasti mikir deh tuh:

  • Coba ya dulu gue berani minum bir sekarang dilarang suami
  • Mau dong gue jalan-jalan keluar kota tanpa harus mikir dinyinyirin ipar dan ibu mertua
  • Pengen deh gue ke club tapi gimana udah ada anak ini

Yakin dan percaya banyak sekali mama muda di luar sana yang relate sama ini. Kalau udah nikah terus baru 'mau nakal', ya menurut gue itu telat cuy! I mean its time for you to take care of your husband atau kalo udah ada anak ya ngerawat anak, bukan lagi waktunya buat mabok-mabokan (Ahsiappp, kayak Mamah Dede nih tumben lurus otaknye)


Lanjut dulu cuy, nah dari chat-chat sampai telponan gue dan beberapa member CS pun memutuskan untuk meetup di salah satu restoran yang menyediakan wine (karena niatnya emang mau mabs). Dengan penuh semangat gue memilih outfit dong, secara selama ini selalu berpakaian urakan: baju kaos jeans dan hoodie seadanya. Waktu itu gue mikir, mumpung keluar sama bule ye kan, boleh dong pakai baju yang sedikit ehem... hahahhaha tapi setan di kepala gue berhasil dibungkam, dan jadilah gue outfitnya sangat sederhana.

cari-cari di story, judulnya "foto dulu sebelum puyeng"

Yang mau gue tekankan disini bukan masalah outfitnya, tapi keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Jujur sambil make up-an gue sempat khawatir gimana kalo gue diculik, dibunuh, mempermalukan diri sendiri dan mabok parah terus nggak tau ngecor dimana, dan masih banyak lagi pikiran negatif yang memenuhi otak ini. Tapi satu hal yang selalu gue gaungkan ke diri sendiri: WHAT'S THE WORST COULD HAPPEN, GO HARD OR GO HOME. Walaupun sisi suci dan polos diri gue juga bilang banyak hal buruk yang bisa terjadi dengan kenekatan gue ini atau lu ngapain sih ngalong, mending tidur-tidur manja kan di hotel! besok baru jalan lagi.

But hey! Bukan Lian namanya kalo nggak berbuat gila dan mempermalukan diri sendiri! Hidup itu pilihan.
Toh juga lagi liburan. Liburan ya intinya having fun, kalo nggak fun mah bukan liburan namanya. Mumpung lagi di Bali ye kan, kapan lagi! Apalagi berada di kota orang, gue jadi lebih berani bereksperimen, jangankan ke club, ketemu orang asing aja gue rada takut cuy kalo di kota sendiri. Parnoan gue!

Singkat cerita pergilah gue ke lokasi. Rada syok karena ternyata doi tidak seperti yang gue pikirkan hahahha plus member yang lain memutuskan untuk pindah lokasi meet upnya ke tempat lain, alasannya karena disana lebih rame member CSnya. Jadilah gue terjebak sendiri sama si stranger ini ye kan. Setelah berdiskusi sedikit, kami memutuskan untuk "ya udah makan dan minum disini aja, nanti baru lanjut nongki sama yang lain"

Oya, Ini pertama kalinya gue ngerasain yang namanya romantic dinner kayak di film-film itu loh, walaupun nggak sama pasangan : Live music yang amburadul tapi menghibur, snacknya enak (ps: gue nggak makan berat karena takut muntah pas udah oleng secara gue suka bar-bar kalo ada yang enak), wine yang bikin nagih plus teman ngobrol yang menyenangkan. .

He is an amazing guy walaupun dari awal ngobrol gue udah langsung neting alias negatif thinking. (Ya wajar dong ya, cowok (bule pula) berduaan sama cewek dipikirannya apa?) Tapi ternyata oh ternyata tidak seperti itu pemirsa. Justru dia tipikal cowok yang suka ngebimbing
(njir), yang bilang jangan nyebrang kalo belum lampu merah, yang bilang jangan minum terlalu banyak, yang bilang pulang ke hotelku aja yah udah malem hahahhahaha bangcat! Aku rindu kamu larang-larang. ea ea ea

Inilah pentingnya selalu berpikiran positif dan jangan sok cantik!

Gue seneng akhirnya bertemu seseorang yang bisa diajak ngobrol tentang apa saja tanpa adanya prejudis macam-macam, tanpa takut dijudge dan bebas mengutarakan pendapat serta bertukar pikiran. Walaupun sesekali doi mengoreksi kemampuan speaking gue yang pas-pasan. Semisal pengucapan beach dan bitch. :)

Dari dia gue belajar bahwa hidup itu cuma sekali jadi harus dinikmati, "NOW OR NEVER". Doi menggunakan tabungan yang dia simpan selama bertahun-tahun untuk keliling Asia. Sebelum Bali katanya dia ke Vietnam dulu buat mendaki gunung apalah itu. Dia juga sempat pamer foto-fotonya waktu ikutan salah satu festival di India, pakai pakaian adat masyarat Bhutan dan ajang senyum-senyum bareng gajah dan penduduk lokal di Thailand. Keren kamu, Mas, aku rindu jenggotmu hahaha!  :D

Selesai dari resto itu (baca: setelah gue memecahkan gelas wine pertanda sudah saatnya pulang), kamipun memutuskan untuk bergabung dengan member lainnya yang lagi nongkrong di salah satu bar di daerah Seminyak, dan lanjut lagi ke Mixology buat minum soju dan meramaikan acara battle dance sesama member yang juga kebetulan dari komunitas streetdance.

Gue pulang jam 3 pagi dong dari Mixology sambil puyeng-puyeng manja!!Hal yang gue khawatirkan dari awal ternyata hanya sebatas kekhawatiran tidak beralasan. Kesialannya cuman ditipu mas-mas grab sampe harus pinjam duit di resepsionis. Hadehh.

Hal yang bikin gue untuk akhirnya memutuskan menulis cerita ini adalah karena gue ingin membagi gimana serunya bertemu orang asing (nggak harus bule,lokal juga boleh hahahaha). Gue tau sebagai cewek kita pasti dituntut untuk lebih berhati-hati apalagi jika berurusan dengan orang asing dan gue setuju. Tapi alasan itu jangan sampai membuat kita mengurung diri dan kemudian takut mengeksplore hal baru. Selain rumah, kantor dan kamar, masih banyak sekali hal di luar sana yang bisa kita ulik, entah dari orang-orang, lingkungan, pergaulan, apapun deh pokoknya.

Seperti kata quote di instagram, setiap hati punya cerita. Percaya sama gue, setiap stranger yang kalian temui pasti memiliki cerita serunya masing-masing. Luangkan waktu untuk mendengarkan , atau jika cukup beruntung boleh juga bercerita. Ceritakan hal-hal yang mungkin tidak bisa kalian share ke orang-orang terdekat.

Prinsip gue saat itu adalah "Go hard or Go home". I know, kesannya kotor banget ampas, tapi menurut gue diusia muda ini, kalian harus meluangkan satu waktu untuk melakukan hal gila yang bisa kalian kenang atau ceritakan ke anak cucu di masa tua nanti. Nggak harus minum-minum, ngerokok ato clubbing, banyak kok hal gila lainnya yang bisa kalian lakukan hahahahha

Say yes untuk semua hal yang bisa dunia ini tawarkan!


PS: Mulai nulis senin, selesainya Rabu. Selasa mager cuy!
PS lagi : Sorry bahasanya bar-bar, stay santuy!










0 komentar:

Si Tukang Sayur

Tukang sayur, orang yang selalu dinantikan ibu-ibu di kampung kami. Dia tak tampan tak juga rupawan apalagi bergelimang harta, begitu kira-kira lirik lagu menggambarkannya. Justru karena demi mencari sebongkah berlian, si tukang sayur mondar-mandir di jalanan dan perempatan kampung kami.
Beberapa bulan lalu, ia bukan seseorang yang dikenal di kampung sini. Bapak-bapak kurang kerjaan di kedai tuak sering menjadikannya bahan lelucon. ‘Kapan kayanya, jualan sayur begitu setiap hari pun tidak akan menghasilkan duit’ komentar salah satu dari mereka yang disusul tawa cemooh yang lainnya.
  “Iya, mana mungkin kita membeli sayur yang sudah layu itu sementara kita bisa mengambil yang masih segar dari kebun sendiri” kata mereka.
Kami orang desa, jiwa sosial dan kesenangan dalam berbagi masih bisa ditemukan dalam masyarakat kami. Bahkan oleh orang tuaku, memanggil para tetangga untuk menikmati sedikit sayur yang dimasak pagi tadi adalah sebuah kewajaran. Meski untuk makan siang tak cukup, kami diajarkan untuk tetap bahagia dalam kebersamaan. Toh, masih bisa dimasak lagi. Sama halnya dengan memanen sayur dari kebun atau pekarangan rumah bersama ibu-ibu lainnya. Tak perlulah khawatir akan makan apa hari ini. Jika sudah bosan makan terong, masih bisa menikmati sayur daun ubi dari kebun tetangga. 
Si tukang sayur yang malang mondar-mandir dengan gerobak sayurnya, belum lagi suaranya yang sedikit mengganggu kala memanggil pelanggan. Beberapa hari ia mencoba peruntungannya di kampung kami. Tak ada yang membeli. Sayurnya pun layu sia-sia. 
Suatu hari si tukang sayur menyerah memikat hati ibu-ibu yang tak kunjung membeli barang dagangannya. Dengan pasrah ia memperhatikan masyarakat setempat. Kemana bapak-bapak di kampung ini? Justru yang pagi-pagi beraktivitas adalah ibu-ibu dan anak sekolah. 
Dengan rasa penasaran, si tukang sayur menanyakan kemana bapak-bapak di kampung ini. Sedari tadi ia duduk memperhatikan jalanan, hanya ada satu dua lelaki yang lewat.
“Masih tidur” jawab seorang ibu dari kelompok itu. 
“Ah, kau enak. Punya suami pelayaran, banyak duit. Harusnya sekarang ini kau membangun rumah di kota” seru seorang ibu dengan badan besar berdaster motif kembang. 
Kelompok ibu-ibu itu mulai berceloteh. Mengomentari suami masing-masing. Ada yang suaminya pulang sekali setahun demi mencari nafkah. Ada juga yang masih tidur karena pengangguran dan hanya mengharapkan duit kiriman anaknya yang pergi merantau. Si tukang sayur hanya menyimak.
Keesokan harinya, ia kembali lagi ke kampung kami. Membawa gerobak sayurnya lengkap dengan kertas karton bertuliskan daftar harga sayurnya yang bisa dikatakan sangat murah. Jika dipikir-pikir, ia sangat berani berdagang dengan harga yang terjun bebas seperti itu. Ini bukan lagi berdagang, tapi beramal, pikirku sambil menyeruput secangkir kopi panas di teras rumah.
Tatapan aneh dengan sorot penasaran tampak jelas di mata orang-orang yang lewat di persimpangan itu. Apakah itu semacam mantera? Ah tidak mungkin, meski orang kampung aku tahu betul itu adalah strategi pemasaran si tukang sayur persis seperti yang dituliskan dalam buku yang beberapa hari lalu kubaca di perpustakaan sekolah. 
Cerdas juga dia, pikirku.
Tidak lama berselang, seorang ibu menghampiri si tukang sayur. Bercakap-cakap sebentar, mungkin juga menawar. Lalu pergi membawa sekantong penuh berisi sayur. Orang-orang yang berpapasan dengan ibu tadi heran, mengapa membeli sayur padahal bisa memetiknya sendiri di pekarangan. Tidak bisa kupastikan apa jawabannya. Ibu itu seperti menghipnotis ibu-ibu lainnya di sekitar perempatan. Ada pula yang menjadikannya bahan pergunjingan. Seorang yang membawa sekantong penuh berisi sayuran itu kini menjadi selebriti di kampung kami -menuai kontroversi 
Keesokan harinya, Si ibu yang kemarin membeli sekantong penuh sayur datang lagi menghampiri si tukang sayur. Kali ini ia membawa keranjang ukuran sedang. Rupanya ia ingin membeli lebih banyak dari kemarin. 
“Persiapan untuk makan malam” katanya pada si tukang sayur.
Tak lama kemudian, 3 ibu lainnya datang dengan tatapan penasaran. Seseorang di antaranya mulai bercakap-cakap dengan si tukang sayur. Tak jelas juga apa yang mereka perbincangkan.
 “Mana bisa kaya, jualan dengan harga semurah itu” Komentar bapak-bapak yang sepertinya sedang menikmati udara pagi sambil memperhatikan selebriti baru di kampung kami, si tukang sayur.
“Baguslah harganya murah, jadi ibu-ibu tidak perlu pusing lagi ingin masak apa. Para suami pun tidak perlu khawatir mau makan apa, bahkan anak-anak kita tidak akan mengeluh lagi karena menu yang itu-itu saja” Balas seorang ibu yang sepertinya fans berat si tukang sayur.
Masuk akal juga, pikir ibu lainnya yang hendar mencari sayur untuk dimasak makan siang anaknya. Bukan hanya dia yang berpikir demikian, buktinya setiap hari dagangan si tukang sayur laku keras. Ia menjadi perbincangan di kampung kami. Bapak-bapak yang awalnya mencemooh, sekarang balik mendukung si tukang sayur. Berkatnya mereka tidak lagi harus memakan sayur daun ubi atau terong rebus, menu yang sama dengan kemarin dan hari-hari sebelumnya. Berkatnya ada banyak pilihan makanan yang dinantikan anak-anak sepulang sekolah. Ikan goreng, sambal tempe, tumis kangkung sampai kombinasi ketiganya sekarang tersedia di meja makan menyambut mereka yang mulai kelaparan. 
Si tukang sayur datang setiap pagi. Menunggu ibu-ibu di perempatan yang sama. Dagangannya laku keras dan habis terjual. Kini ia tak hanya menjual sayur dan bumbu dapur, ia juga membawa ikan dan tempe dari kota. Ia tanpa sadar memperkenalkan kebutuhan baru pada masyarakat di kampung kami. Mereka yang awalnya masak dengan bumbu sederhana sekarang mulai mencari-cari merica, ketumbar, daun bawang, daun jeruk dan rempah lainnya. Bahkan kemarin ada yang membeli biji pala tanpa tau digunakan untuk memasak apa. 
Membeli sayur sekarang merupakan aktivitas yang dinanti-nanti oleh masyarakat di kampung kami. Kadang menjadi ajang bertukar gossip, kadang pula menjadi ajang pamer siapa yang terlihat ‘MAMPU’ membeli sayur paling banyak. Harga yang naik pun tidak jadi masalah. Semakin hari, dagangan si tukang sayur semakin laris saja. Belum jam 9 pagi, semua sayurnya sudah di borong ibu-ibu.  Siapa cepat, dia dapat. Dan dari teras rumahku kuperhatikan sambil menyeruput kopi hitam hasil kebun kami. 
Ada yang menarik dari adegan di bawah perempatan jalan itu. Si tukang sayur tak lagi membawa property kesayangannya. Konon kabarnya, harga sayurnya semakin mahal saja. Ada yang bilang itu disesuaikan dengan kenaikan BBM. 
Perlahan ada yang mulai kurindukan di kampung kami. Sekarang tak ada lagi tawa kecil di kebun belakang rumah dari ibu-ibu yang datang hendak memetik sayur. Kebersamaan yang dulu kami pupuk perlahan runtuh digantikan dengan acara nongkrong bersama si tukang sayur. Nampaknya si tukang sayur telah menciptakan gaya hidup baru di kampung kami. Tak ada lagi tawaran makan siang gratis dari tetangga atau sebaliknya. Ah, bagaimana bisa saya mengharapkan makan siang gratis, toh mereka harus keluar uang demi membeli sayur dan ikan. Bisa rugi kan kalau menampung tetangga lain untuk makan bersama. 
Beberapa hari ini si tukang sayur selalu datang telat. Seorang ibu tampak duduk bermalas-malasan di teras rumahnya dengan dalih sedang menunggu si tukang sayur. Anaknya yang masih kelas 1 SD mulai gelisah karena lapar. Menu 4 sehat hampir sempurna di atas meja seperti kemarin-kemarin kini tak ada lagi. Ia kemudian meminta uang kepada ibunya untuk membeli mie instan. 
Ah, sepertinya aku harus membeli mie instan karena ibu tidak masa apa-apa siang ini. 
“Kemana ya si tukang sayur” diam-diam aku juga mulai menunggu kedatangannya.
Meski demikian, telatnya si tukang sayur tidak membuat ibu-ibu di kampung kami murkah. Mereka justru bersyukur, menunggu si tukang sayur adalah alasan yang sempurna untuk duduk bersantai dan bergosip. Berkatnya warung-warung yang menjual telur dan mie instan pun terbantu. Jika tak sabar menunggu, jalan cepatnya adalah ke warung. Sepertinya roda bisnis di kampungku sedikit demi sedikit mulai berputar berkat si tukang sayur.
PS : Cerpen ini ditulis jam 3 subuh menjelang tahun baru 2019, oh i mean sudah tahun baru hehehee waktu itu ditulisnya karena ada lomba penulisan cerpen tapi justru tidak diikutsertakan, niatnya lagi mau kirim ke website berbayar tapi.. ah sudahlah, dipublish disini ajalah

0 komentar:

What Now?

This is July 16th 2019

Hi, welcome to my blog!
Disini gue bakalan nulis tentang semua shit toughts biar nggak terlalu stres.




So, hari ini tiba-tiba aja kepikiran tentang masa depan. Apa yang akan gue lakukan 5 tahun dari sekarang atau lebih ke short termnya apa yang kira-kira bisa gue capai tahun depan.

Tidak mungkin bisa memikirkan hal ini tanpa harus refleksi ke belakang dan tentu mikirin apa saja pencapaian yang sudah bisa gue capai sejak tahun lalu sampai tahun ini. Kenapa tahun lalu? Karena tahun-tahun sebelumnya gue selalu merasa kalau pergerakan 'Pencapaian' gue terlalu selow dan tidak begitu menyenangkan untuk diceritakan hehehe.

Jadi ada masa dalam hidup dimana gue mulai memikirkan banyak hal dan tentunya sudah lebih aware dengan masa depan. Mari kita jabarkan satu-satu biar kalian yang baca tidak bingung. LOL


  • Masa Kuliah

Bisa dikatakan ini adalah masa transisi. Masa dimana gue masih struggle dengan keuangan (ini sih sampai sekarang ya), tugas-tugas yang numpuk, organisasi kampus, pacaran (ecieh), trying so hard to fit in dengan pergaulan (suka insecure dengan penampilan dan tentu keuangan), masih mencari jati diri (ini juga masih sampai sekarang), dan juga merupakan waktu dimana gue masih berandai-andai gimana rasanya punya uang sendiri dan bisa belanja baju baru tiap bulan. 

Tapi harus gue akui, ini adalah masa-masa paling menyenangkan dan memusingkan. Bicara tentang pergaulan, masa kuliah menjadi sebuah masa dimana gue menikmati enaknya punya banyak teman, bisa tampil di depan umum bahkan menjadi MC. Dibandingkan dengan waktu masih SMA, i was a shy little girl with her books yang selalu insecure dan susah memulai pembicaraan yang menyenangkan bersama orang lain. Jangankan berbicara, mau senyum ke orang aja susah. 

Nah kok malah pusing padahal punya lingkungan yang baik dan teman yang menyenangkan? Yuppp, untuk bisa mencapai ke titik tersebut, tentu a stupid girl like me needed a lot of hard work. Dimulai dengan gabung organisasi ini itu dan harus berbicara dan menghadapi orang dengan kepribadian yang macam-macam plus harus deal dengan diri sendiri yang aslinya introvert bla bla bla (ini kayaknya harus dibuatkan tulisan lain).

Tau kan gimana nggak enaknya masa ospek, organisasi kampus pun punya caranya sendiri untuk mendidik newbie-newbie yang masih membawa sifat-sifat manjanya dari SMA. Pusing? Of course! Belum lagi jadwal kegiatan yang terkadang bentrok dengan kuliah dan kerja tugas. Oh dan jangan lupa drama-drama di dalamnya. Asli pusing!!

Nah pencapaian gue di masa ini adalah gue belajar untuk mengenal orang-orang dengan kepribadian mereka yang unik dan sadar betapa pentingnya relasi dan teman. Oya, disini juga gue akhirnya bisa menjadi seseorang yang berani berbicara dan bersosialisasi.

  • Masa Kerja di Toko Buku (masih sambil kuliah)
Tidak terlahir dari keluarga Sultan membuat gue harus mengalami yang namanya MISKIN. Meski kuliahnya dibiayain beasiswa (tipikal cewek-cewek miskin di drama korea), tapi ujian dan uang kos siapa yang biayain? Mau cari om-om tapi kurang cantik. Mau pacaran sama Go Jon Pyo tapi ini real life bukan drama. Solusinya ya harus kerja sambil kuliah. 

Gimana, udah kebayang belum gue pusingnya kayak apa. Kalau belum, sini gue jelasin lagi. Jadi gue kuliah pagi sampai siang, nongkrong dikit di organisasi, ikut rapat kalau ada ya, pulang ke kosan buat masak dan makan siang. Jam 3 sudah harus ke Mall. Bukan buat belanja ya, tapi buat kerja. Kerja sampai malam sekitar jam 11, kemudian kembali ke kosan buat kerjain skripsi sampe subuh. Besoknya gitu aja terus sampai lulus, nggak heran penampakan gue kayak mayat hidup.

Awalnya gue pikir kerja di toko buku itu menyenangkan karena bisa baca buku gratis. Ternyata oh ternyata, tidak semudah itu ferguso! Bayangkan 8 jam harus berdiri, istirahat cuma 30 menit, display buku dan angkat-angkat returan ke gudang. Belum lagi harus melayani customer dan sebisa mungkin menghapal semua buku biar gampang nyarinya. Oh dan buat kalian yang suka komplain di toko buku fucck yaa

Nah, di stage ini gue mulai belajar mandiri dan dengan sendirinya punya rasa malu untuk minta uang ke orang tua. Beli HP dan laptop pake uang sendiri (Oh semua hapeku sih pake uang sendiri ya #SOMBONG). Maksud gue tuh beli apa-apa pake uang dari kerja keras sendiri, bayar ujian, bayar print skripsian dll.  Seneng akhirnya bisa punya Smartphone kayak teman-teman lainnya (sebelumnya pake Blackberry dan Samsung tab). Waktu itu gue beli Sony, setelah berbulan-bulan liatin dia dari jauh wkwkwkkwk mahal sih! Walaupun akhirnya dicuri  sepaket sama laptop dan blackberrynya, disitu gue sadar bahwa barang-barang itu hanya titipan dan gue harus belajar ikhlas no matter what happen. 

Tapi bukan itu intinya, di masa ini gue belajar kerja keras, kurangin mengeluh dan banyakin bersyukur. Dan di masa ini juga pertama kali gue rasain enaknya bisa mencicipi sebuah 'Pencapaian' yaitu smartphone tadi, dimana gue harus lewat depan tokonya tiap hari dan bersabar nabung selama kurang lebih 3 bulan. Walaupun harus struggle karena masih sering suka iri sama orang lain, tapi yah itulah namanya proses!
  • Masa Kerja di perusahaan yang sekarang
Lulus kuliah, gue masiiiiiih aja kerja aja di toko buku. Disitu kadang suka iri dengan teman-teman yang kerja di bank atau perusahaan lainnya. Akhirnya ijazah mereka kepake. Paling gobloknya karena gue iri dengan mereka yang bisa melanjutkan pendidikan ke S2. I mean, sadar dong lo bukan anak Sultan! atau keirian goblok lainnya kalau liat instastory teman-teman yang jalan-jalan padahal masih pengangguran, duit darimana coba? wkwkwkkwk

If you know me, kalian pasti tahu gimana berambisinya gue buat lanjut sekolah lagi. Tapi bagaikan pungguk merindukan bulan, itu cuma sekedar angan-angan belaka. It won't happen. Apalagi harus dihadapkan pada realita dimana gue harus menyampingkan mimpi sendiri untuk membantu keuangan keluarga. 

It's Okay, i said to myself. We still can make it one day!

Pada suatu hari dapat tawaran dari atasan untuk dibiayi kuliah S2. Jujur itu masa tergalau yang pernah gue alami. Secara logika i need that help, tapi entah kenapa kebiasaan sok kuat dan tidak ingin menerima bantuan orang lain seakan lebih kuat. So i gave up that opportunity. Gue bilang sama diri gue sendiri, kalau mau kuliah pake uang sendiri jangan harapkan bantuan dari orang lain!

Selama kerja di perusahaan baru ini, bisa dibilang rejeki lumayan oke. Disini akhirnya gue bisa mencicipi pencapaian lainnya semisal bisa belanja baju baru di mall, ngetreat diri sendiri dengan makan makanan yang sedikit pricey, beli kosmetik ini itu bahkan jalan-jalan ke Bali. Tahun lalu juga gue akhirnya mencentang salah satu bucket list gue yaitu kamera! yayy! 

What now?

Bulan lalu, gue resmi bekerja 2 tahun di perusahaan ini. So what now? Pertanyaan ini tiba-tiba menyerang gue pagi-pagi tadi. Step selanjutnya apa? apakah selamanya gue akan kerja di perusahaan ini?apakah selamanya gue akan numpang di rumah orang? apakah selamanya gue akan di Makassar?

Semua pertanyaan yang gue sendiri nggak tahu jawabannya. Akhirnya sebelum kerja laporan, gue mencuri waktu untuk berdiskusi dengan diri sendiri dan menjawab pertanyaan ini.

The answer is....a year from now gue sudah harus punya pekerjaan di tempat lain, spesifiknya di kota lain! Kenapa? karena gue bosen dengan kota ini. Gue butuh suasana baru. Selain itu, gue merasa 2 tahun ini terlalu nyaman dengan keadaan gue padahal its not okay! semakin lo merasa nyaman, akan semakin susah buat berkembang. Yang ada bukannya grow malah die!

5 tahun dari sekarang, di usia 30 tahun (adek gue yang kuliah jg udah lulus) gue pengen punya pekerjaan di luar negeri dan gue kudu ngechallange diri sendiri dengan ini. Oya, dalam perjalanan menuju usia 30 itu, gue sudah harus bisa jalan-jalan sendiri ke Eropa, minimal sekali. 


Oya, sebelum mengakhiri tulisan nggak penting dan penuh angan-angan ini gue juga pengen bilang kalau Tuhan memberkati, tahun depan sudah harus bisa ke luar negeri kayak Thailand atau Vietnam gitu. Ini nggak muluk-muluk ya, biar gampang aja gitu diwujudinnya.

 

1 komentar:

Yuk, tidak berbuat apa-apa!

Beberapa saat lalu saya membaca sebuah buku berjudul 'Berbuat Baik itu Mudah'. Kebetulan diluar sedang hujan deras dan Makassar dilanda banjir. Selain itu, jaringan wifi di kantor kami sedang tidak lancar. Salah satu alasan saya untuk menunda pekerjaan dan malah mondar-mandir penuh gelisah. Entah dorongan apa yang menghasut saya untuk membaca salah satu buku yang disimpan teman kantor di dalam loker arsip. Buku tipis yang sepertinya ditujukan untuk anak SD dengan sampul bergambar anime.

Jika menilai dari sampulnya, jelas saya tidak tertarik. Namun seperti pepatah 'Jangan menilai buku dari sampulnya', saya pun membuka buku tersebut dan mulai membaca daftar isi. Satu yang menggelitik, sebuah sub bab dengan tulisan 'Yuk, tidak berbuat apa-apa!'.

Apa-apaan! Buku macam apa yang mengajarkan pembacanya apalagi anak kecil untuk tidak berbuat apa-apa. Kemudian saya teringat buku Mark Manson 'Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat'. Sebuah bacaan aneh untuk generasi sekarang ini. Generasi yang terlalu memusingkan banyak hal dan sepertinya butuh asupan 'vitamin bodo amat' agar tidak terlindas jaman.

Setelah merenung beberapa saat, saya memutuskan untuk mulai membaca. Barulah saya ngeh, yang dimaksud dengan tidak berbuat apa-apa adalah bermeditasi. Menurut ajaran Budha, meditasi membantu kita untuk mengontrol pikiran yang merupakan sumber kebahagiaan dan penderitaan umat manusia. Tapi jangan salah, walaupun saya meluangkan waktu untuk membacanya sampai habis, saya tidak akan membahas meditasi ataupun agama di sini.

Tidak berbuat apa-apa, kedengarannya sangat mudah untuk dilakukan. Sejenak saya berpikir ini adalah salah satu keahlian saya -Tidak berbuat apa-apa-, toh memang saya pemalas kan. Apa susahnya.

Tapi, tidak berbuat apa-apa menurut buku ini bukanlah tidur-tiduran, bermain hape, nonton youtube, atau bermalas-malasan di kasur saat musim hujan. Melainkan, duduk diam dan tidak melakukan apa-apa. Tidak bermain hape, nonton ataupun berpikir macam-macam. So, you are literally doing nothing! Hanya duduk dan memusatkan pikiran pada suatu hal.

Singkatnya, meditasi! (tuh kan bahas meditasi, padahal tadi bilangnya tidak)

Saya teringat kejadian dua hari lalu. Hari minggu pukul 5 sore, akhirnya saya terpanggil ke gereja setelah beberapa bulan mencari hidayah dan diomeli keluarga hehehehe. Menurut saya bermain hape di dalam gereja adalah sebuah tindakan yang tidak sopan, dapat mengganggu ibadah orang lain dan tanda orang yang tidak tulus ibadahnya. Memang saya adalah Katolik musiman, alias ke gereja saat ada niat saja tapi saya juga sangat tidak mempercayai manfaat ke gereja kemudian bermain Hape. Paling lucu lagi ketika melihat beberapa umat yang masih saja memaksakan diri membuat instastory di tengah-tengah ibadah, plus hastag #happysunday bla bla bla. Rasanya pencitraan sekali. Beribadah adalah urusan pribadi dengan Tuhan, tidak perlu di upload sana sini bukan?

Tapi saya paham, setiap orang memiliki prinsip hidup yang berbeda. Mungkin saja itu adalah salah satu jenis ujian dari Tuhan, sampai saya pun diuji dengan prinsip tersebut. Rasanya sangat susah untuk tidak mengecek hape dalam kurun waktu beberapa menit. Seperti ada sebuah aturan dalam otak untuk menggerakkan tangan secara otomatis melihat apakah ada notifikasi baru, atau sekedar swipe kiri, swipe kanan. Walaupun saya tidak pernah memiliki keinginan untuk berfoto atau mengupload instastory saat beribadah, keinginan untuk setidaknya memberitahukan kepada dunia bahwa saya AKHIRNYA PERGI KE GEREJA, sangat sulit dihindari.

Saya sampai harus berkali-kali mengingatkan diri sendiri bahwa sekarang saatnya beribadah, bukannya membalas pesan di WhatsApp, melihat story teman lain, atau hanya sekedar membuka-buka instagram yang rasanya tidak ada manfaatnya saat itu. Bersabarlah! Try to focus, Brain!

Tidak berbuat apa-apa sama halnya beribadah di gereja. Kita hanya perlu duduk manis dan fokus pada satu hal selama kurang lebih satu jam, yaitu beribadah. Kedengarannya sangat gampang bukan? Tapi tidak sesederhana itu. Akan ada begitu banyak distraksi yang membuat pikiran susah fokus, mengantuk misalnya atau memperhatikan penampilan orang lain.

So, siapa bilang tidak berbuat apa-apa itu mudah? Padahal banyak manfaatnya...

4 komentar:

Nina Bobo M. Night Shyamalan di Film Glass

Review Film : Glass (2019)


M. Night Shyamalan kembali lagi dengan karyanya yang berjudul Glass. Salah satu film yang saya nantikan di 2019 setelah terkagum-kagum dengan Split yang rasanya baru kemarin saya tonton.

Menceritakan Elijah Price 'Glass', seorang Master Mind yang percaya tokoh superhero dalam komik benar-benar ada di dunia nyata dan tentu  dua superhero kita dari film sebelumnya Unbreakable dan Split. David Dunn (Bruce Willis) berperan sebagai jagoan super yang dalam film Unbreakable diceritakan berhasil selamat dari kecelakaan kereta. Lain cerita dengan Kevin (James McAvoy), pria dengan 24 kepribadian menyimpan sosok The Beast yang ia percaya sebagai superhero. Nyatanya adalah karakter antagonis yang bisa dengan gampang dimanipulasi.

Film dibuka dengan David yang sedang menyelidiki penculikan beberapa gadis remaja bersama putranya yang memiliki peran mirip dengan Jarvis untuk Iron Man. Sebelumnya David sudah menjadi selebriti di dunia maya dan dikenal sebagai pahlawan super. Tentu dengan kostum jas hujan yang aneh menurut saya. 

Pertemuan perdananya dengan The Beast jelas mengecewakan. Ah, mungkin adegan laganya disimpan untuk klimaks, begitu menurut saya. Sampai sejam kemudian saya dibuat bosan setengah mati dengan cerita masa kecil dan rahasia kelemahan masing-masing pemeran. Belum lagi teori-teori Dr. Ellie Stape (Sarah Paulson) tentang Delusions of Grandeur dan segala upaya yang ia lakukan untuk meyakinkan ketiganya bahwa kemampuan mereka hanya delusi semata. 

Ah, maaf... upaya yang saya maksud di sini hanya "khotbah", percakapan tidak perlu untuk mempengaruhi ketiga karakter dan orang terdekat mereka. Konyol, karena berpikir bisa mengalahkan Elijah si Master Mind dengan kecerdasan di atas rata-rata, meski Kevin dan David sempat dibuat percaya. Kotbah konyol yang masuk akal dan dikemas layaknya wawancara kerja di sebuah ruangan dengan cat berwarna pink.

Review film Glass

Sebagai pecinta film Split, jelas saya mengharapkan Glass menyamai kehebatan film horor psikologis ini. Sayang, harapan terlalu tinggi saya tidak dapat dipuaskan dengan alur yang bergerak lambat. Layaknya lagu nina bobo, saya dan setidaknya salah seorang penonton yang duduk di bangku sebelah beberapa kali mengeluh bahkan sempat tertidur dalam bioskop. Sebuah kejadian langka untuk film yang KATANYA tentang superhero yang berasal dari komik.

Mengharapkan keseruan konflik seperti Black Panther atau aksi seru The Avanger jelas akan dikecewakan di film ini. Penyelipan sedikit celetukan Hedwig merupakan angin segar dan berhasil mengundang tawa penonton. But, That's It!  Bahkan momen ketika Elijah Price berkata "First name Mr, last name Glass"  tidak dibangun dengan baik dan kehilangan kesan magis menggetarkan jiwa yang sangat diharapkan dari seorang Samuel L. Jackson.

Hanya dua yang menghibur menurut saya. Pertama, kemampuan akting James McAvoy setidaknya tidak membuat uang saya sia-sia. Berhasil memerankan Patricia, sosok wanita yang memegang kendali atas "Kawanan" 24 kepribadian Kevin termasuk The Beast. Memberikan tontonan yang menghibur ketika masing-masing kepribadian berusaha muncul ke permukaan. Sayangnya, agak sulit bagi saya yang saat itu sedang menahan kantuk untuk menebak setiap kepribadian selain Patricia, Hedwig dan Kevin sendiri. Kedua, keunikan cerita meski eksekusinya kurang menarik. Ah, mungkin harapan saya saja yang terlalu tinggi setelah memuja Split.

Well, tanpa perlu berlama-lama lagi, jelas saya tidak menonton dengan seksama karena terlalu sibuk menahan kantuk. Ending yang biasa pun tidak mampu menyelamatkan filmnya. Apalagi dengan janji partai 'Showdown', duel David dan The Beast di peresmian gedung tertinggi di dunia yang mati-matian dipersiapkan oleh Sang Master Mind. 

Meski demikian, jelas kita setuju bahwa  twist khas M. Night Shyamalan memberikan kejutan luar biasa. Pesan yang disampaikan dan tujuan utama Mr. Glass menjadi penutup yang memuaskan untuk trilogi ini. 

4 komentar:

Mengejar Mimpi Sampai ke Mesir: Review Buku Sang Alkemis by Paulo Coelho

Sebuah buku filosofi yang ditulis seperti dongeng yang konon kabarnya mampu mengubah hidup pembacanya. 

Mengisahkan seorang pemuda bernama Santiago, Penggembala yang seumur hidupnya 'berpetualang' dari satu desa ke desa lainnya. Setiap malam si Santiago ini selalu mendapatkan mimpi yang sama yakni tentang harta karun yang tersembunyi di piramida-piramida Mesir.

Karena selalu dihantui mimpi yang sama, ia akhirnya mengunjungi seorang penafsir mimpi yang ternyata tidak mampu menafsirkan mimpinya. Hingga suatu hari si Penggembala bertemu seorang kakek yang mengaku sebagai Raja. Sang Kakek menyuruhnya untuk mengikuti mimpinya dan memulai petualangannya ke Mesir. Setelah menjual domba-dombanya, ia pun menggunakan uang hasil penjualanya untuk membeli tiket ke Afrika. Apakah Santiago berhasil mendapatkan harta karunnya setelah merelakan harta satu-satunya yakni domba-dombanya yang kemudian ditipu di negeri orang? Nanti gue tulisin spoilernya,hehehe



Ringan tapi berbobot adalah kesan pertama saya setelah menamatkan novel ini. Dengan menggunakan kisah petualangan yang sangat sederhana, pembaca diajak untuk memahami rahasia-rahasia alam semesta dan pergumulan batin manusia ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup yang sulit.

Untuk orang yang terbiasa membaca novel romance dan metropop, buku-buku karya Paulo Coelho adalah pilihan terakhir dalam list bacaan gue. Secara novelis idaman gue adalah AliaZalea dan tentu Christian Simamora yang terkesan santai dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Sementara untuk buku 'berat' seperti Sang Alkemis ini tergolong susah untuk dicernah otak gue yang tak seberapa ini. 

Awalnya beli novel ini karena pertama: Harga yang murah meriah karena lagi ada promo cashback, Kedua: Reputasi Penulis dan novelnya sendiri. So, selama kerja di Gramedia gue setiap kali ketemu pembeli yang mencari novel Paulo Coelho pasti mereka bilang Sang Alkemis adalah salah satu novel best seller dan berkesan banget buat mereka. Walaupun penasaran, jujur aja gue nggak ada niat sama sekali buat baca buku ini, sampai suatu hari alam semesta berkata lain.... hahaha

Singkat cerita, setelah iming-iming promo tempo hari, gue belilah buku ini hitung-hitung sebagai bacaan cadangan selama liburan natal dan tahun baru. Ternyata oh Ternyata, buku yang awalnya gue labeli 'berat' ini tidak serumit yang kalian bayangkan. Sebelumnya gue juga udah pernah membaca beberapa karya Paulo Coelho yang 'terpaksa' gue selesaikan yakni Selingkuh dan 11 Menit. Ada juga dua novelnya yang masih tersimpan rapih di rak buku saking beratnya buat gue selesaikan. Tapi tidak dengan Sang Alkemis. 

Penulis memberikan gaya yang berbeda seperti berdongeng lengkap dengan kata-kata bijak yang kemudian mengajak kita merenung. Sedikit spoiler ya, jadi si penggembala digambarkan sebagai seorang karakter yang berjiwa bebas dan tidak ingin terikat pada sesuatu. Sementara sisi lain di dirinya sebenarnya ingin 'menetap'. Karakter yang menggambarkan gue banget; memiliki 2 keinginan yang sebenarnya bertolak belakang di waktu yang sama. 

Kadang si penggembala bermimpi untuk memulai petualangannya dan melihat kota-kota lain di tempat yang jauh, tapi di saat yang bersamaan juga ia ingin menikah dan menetap bersama keluarga kecilnya. Sampai akhirnya dia bertemu seorang Kakek yang ternyata suka membantu dan mengompori orang lain untuk tidak menyerah dan mengejar mimpi mereka. Yah, agak kurang kerjaan juga ya si Kakek ini. Sang kakek juga sering memberikan wejangan-wejangan seperti:


 "Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya" - Sang Raja

Dusta terbesar itu: Bahwa pada satu titik hidup kita, kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi pada kita dan hidup kita jadi dikendalikan oleh nasib" - Sang Raja


Disini penulis ingin menegaskan bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita adalah sebagian besar merupakan buah dari keputusan yang kita ambil. Ketika kita memutuskan untuk mengejar mimpi jangan pernah khawatir akan hasilnya, yakin saja maka semesta akan membantu. Setelah baca buku ini, gue kurang-kurangin deh menyalahkan keadaan hehehehe... Penulis juga ingin menyampaikan bahwa ada saatnya kita harus meninggalkan segala kenyamanan -get out of your comfort zone- dan memulai petualangan, merasakan pahitnya hidup.

Sampai di pertengahan buku, barulah gue sebagai pembaca yang suka penasaran mengenai 'arti judul' sebuah novel dibuat ngeh dan ber'Ooo' ria. Walaupun masih bingung juga sih kenapa judulnya Sang Alkemis karena cerita ini kan tentang si Penggembala yang mencari mimpi kemudian bertemu Sang Alkemis bukan tentang Sang Alkemisnya sendiri. Nanti setelah mencapai akhir halaman, gue pun menyimpulkan kalau ternyata si Penggembala akhirnya menjadi Seorang Alkemis juga karena mampu melakukan hal-hal ghoib macam Roy Kimochi. Sebut saja membaca pertanda-pertanda, mendapat anugerah penglihatan tentang masa depan dan menjadi seperti Avatar yang bisa berkomunikasi dengan Angin dan Padang Pasir.

Oya, ending bukunya bener-bener bikin geleng-geleng kepala. Nggak habis pikir. Dijamin bakal keselll deh habis baca buku ini, apalagi buat kalian yang malas mikir, KZL bangett dong disuguhi teka-teki permainan pikiran. 

PROS:
  • Full kata-kata bijak
  • Bisa ikutan bijak juga setelah baca buku ini
  • Harga terjangkau
  • Halaman tipis jadi enak buat yang malas baca dan bisa dibawa kemana aja apalagi kalau malas bawa buku yang berat banget
KONS:
  • Agak berat untuk dibaca anak SD
  • Nggak suka endingnya walaupun sebenarnya sangat menginspirasi (Maafkan hamba)


Dengan cerita yang sederhana, singkat, nggak tebal-tebal amat, Sang Alkemis adalah salah satu buku yang WAJIB BANGET kamu baca. Walaupun isinya sedikit 'berat' tapi pelajaran hidup yang didapatkan sangat bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Tinggalkan dululah novel romance dan teenlit remaja, yuk olahraga otak dulu dengan buku-buku Paulo Colheo ini, hehehehehehe.


5 komentar:

Kepada yang Terhormat, Perusahaan yang Membuka Lowongan


Kepada Yth,
Bapak/Ibu Pimpinan 
Di Ruanganmu Masing-Masing


Salam Sejahtera bagimu dan perusahaanmu, semoga juga bagiku.

Mohon jangan salah sangka dulu, saya sedang tidak ingin melamar pekerjaan di perusahaan anda. Lebih tepatnya, saya hanya ingin mencari perhatian. Untuk apa? Tentu karena saya ingin mengajukan pertanyaan. 

Pertama, saya tidak mengerti alasan Bapak/Ibu menyertakan surat keterangan sehat jasmani dan rohani beserta SKCK sebagai salah satu persyaratan untuk bisa bekerja di kantor yang Bapak/Ibu pimpin. Asumsi saya, anda mungkin hanya sedang mempersulit kami para pencari kerja, atau mungkin karena anda ingin memberikan kesan 'serius' mengenai perusahaan anda. Betul juga, terlalu gampang masuk juga akan gampang keluar, rasanya 'murahan' ya? Saya setuju untuk yang satu ini. 

Tapi, tahukah Bapak/Ibu yang terhormat, mengurus SKCK dan surat keterangan sehat jasmani dan rohani bukan perkara gampang? Kami harus berdesak-desakan di kantor polisi dan rumah sakit hanya demi selembar kertas yang kemudian kadaluarsa 6 bulan kemudian. Coba bayangkan, kami harus melalui neraka ini setiap 6 bulan sekali demi bisa masuk ke perusahaan Bapak/Ibu.

Apa sih yang kalian ingin lihat dari 2 kertas ini?? Surat keterangan berbuat baik apakah menjamin bahwa kami 'Orang Baik'? Surat Keterangan Sehat apakah menjamin kami akan selalu sehat? 

Kalian tahu, beberapa dari kami sakit setelah mengurus 2 surat ini seharian. Menunggu antrian, berdesak-desakan, menahan lapar bahkan ada yang berselisih. Tapi sudahlah, itu hak Bapak/Ibu sekalian, saya hanya bertanya.

Kedua, ketika diterima kami harus bekerja dari pukul 07.00 pagi sampai 17.00, terkadang harus kerja sampai pukul 18.00. Padahal di kontrak kerjanya 8 jam. Bapak/Ibu pikir,kami tidak memiliki kehidupan lain? Sepanjang hari bekerja di kantor dengan istirahat 1 jam sudah termasuk jam makan dan ngopi, kami bahkan tidak punya waktu tidur siang. Apa kalian tidak tahu, bahwa tidur siang sangat bermanfaat untuk meningkatkan performa kerja karyawan?

Kemudian kalian akan mengeluarkan sebuah kalimat ajaib 'JANGAN PIKIR APA YANG PERUSAHAAN BERIKAN KEPADAMU, TAPI PIKIR APA YANG SUDAH KAMU BERIKAN UNTUK PERUSAHAAN'.

Coba Bapak/Ibu pikir kembali kalimat di atas yang merupakan bahasa lain dari 'LOYALITAS TANPA BATAS'. Sebuah kalimat yang memaksa karyawan untuk memeras waktu, tenaga dan pikiran selama bekerja dan masih harus diperas lagi dan lagi. Perusahaan semakin maju, karyawan semakin lesu. Kemudian hanya ada dua motivasi karyawan bekerja: Uang atau Tidak ada pilihan lain.

Lalu kemana koar-koar anda di media sosial untuk kesejahteraan karyawan?

Mohon maaf sebelumnya, saya tidak berniat memperkenalkan diri. Semoga menjadi bahan pertimbangan.

3 komentar:

PS: I Like You



Hey, you!

apa kabarmu?

Terimakasih sudah hadir dalam hidupku yang membosankan. 

Cheesy ya?

Aku bahkan bingung harus memulai ini darimana, bagaimana, pakai bahasa apa?

Apa kata yang tepat untuk menyampaikannya? since i'm a girl.


Aku tidak pernah mahir memuji seseorang, tapi aku pernah membaca ini di sebuah buku :



"Sometimes you meet a person and you just click"

Jelas saja itu bukan pujian karena dirimu tidak bisa disederhanakan dalam beberapa kata saja.


Aku bahkan tidak mengerti seperti apa bertemu seseorang-a total stranger- lalu merasakan that click moment, sampai aku melihat kamu sore itu. 

Menyeruput kopi sambil memandang pegunungan yang jauh di sana. Duduk diam, sibuk dengan pikiranmu sendiri, bahkan tidak peduli seberapa ramainya orang lalu lalang di depan mu.

Lalu hari itu berlalu, senja yang tak pernah bertahan lama, kita pun begitu. Kupikir itu hanya sebuah takdir yang lucu dan tak pernah ada 'Kita', its just you and i.

Hey you, People said feelings fade, I think you'll be gone soon but i just can't get you off of my mind.


Melihatmu sekilas, mencuri pandang mencoba memikirkan isi kepalamu saat itu. Karena esoknya, momen ini hanya akan menjadi satu dari sekian yang mungkin tersimpan di memoriku.


Love is a funny thing, right?
Ah, is it love? Hahahaha...

Selucu itu sampai otakku bahkan tidak mengerti apa yang kurasakan. Tentu saja dia tidak mengerti.

Cinta itu untuk dirasakan tanpa harus dimengerti, bukan?

Hai, kamu... iya kamu! Alasanku lebih menikmati kopiku sore itu.


5 komentar:

Untukmu, Lelaki yang Kutemui di Kedai Kopi




Sebuah catatan kecil yang ditulis pukul 3 dini hari



Untukmu, lelaki yang kutemui di kedai kopi

Sebelumnya aku bukanlah orang yang percaya dengan pertanda semesta. Pertanda yang sengaja ditinggalkan sang Empunya hidup agar kita menyadari Beliau masih memegang kendali. Sampai suatu sore di kota kecil itu. Kampung halaman ku, dan sepertinya juga kampung halamanmu -kampung halaman kita.

Bukanlah sebuah kebetulan, aku mendapat panggilan dari seorang teman untuk bertemu. Berburu wifi katanya kala itu. Kebetulan juga masih ada kerjaan yang harus diupload secepatnya, jadi aku mengiyakan ajakannya. Seperti yang kau tau, jaringan telekomunikasi di kampung kita sangat tidak bisa diharapkan. Perjalanan kurang lebih 30 menit ditempuh naik motor rasanya tidak semagis sore itu dengan harapan ‘perburuan wifi’ kami membuahkan hasil.

Aku menemui temanku yang saat itu sedang mengeluh dengan kecepatan wifi di café yang juga beberapa hari lalu kutempati bersantai. Menikmati sejuknya udara sore bulan Desember sambil memperhatikan pedagang kembang api dan calon pembelinya yang sedang menawar.

“Cari tempat lain saja” gerutunya sambil menyodorkan segelas es kopi yang sudah ia pesan tak lama setelah aku duduk di depannya. Ekspresi tak nyaman bercampur kesal membuatku penasaran, pasti ada yang salah dengan minumannya. Tanpa menunggu aba-aba ditambah rasa penasaran, langsung saja kuseruput  dan berujung penyesalan.

“Terlalu manis!” keluhku sambil memasang ekspresi yang sangat tidak fotogenic, disambung dengan anggukan kepalanya mengaminkan. Aku memang tidak suka kopi yang terlalu manis apalagi asam. 

Mungkin kau belum tau itu.

Akhirnya kami berdua memutuskan mencari café atau warung kopi terdekat, masih dengan tujuan awal ‘berburu wifi’. Keputusan yang membawaku ke kedai kecilmu yang hangat.
Berburu wifi di Letter el Cafe

Romantis dan nyaman, itu kesan pertamaku sesaat setelah menginjakkan kaki di kedai kopi yang tak jauh dari café sebelumnya.

Sembari sibuk memandangi keunikan hiasan dinding yang terbuat dari ranting kayu itu, kusempatkan diri pula memperhatikan wajah-wajah setiap pengunjungnya.

Tepat di sudut ruangan, kau berdiri dibalik meja barista dengan kaos hitam sederhana, karyawan disini rupanya. Tepat di belakangmu terpampang menu dari berbagai jenis kopi yang kalian tawarkan. Ditulis dengan kapur warna-warni. ‘Cukup unik’ pikirku sambil sesekali mencuri pandang kepadamu.
Temanku pun tak lagi mengeluh karena wifi yang ditawarkan kedaimu setidaknya lebih baik. Belum lagi kopi Toraja yang kau seduh untukku membuatku lupa pada dinginnya udara malam kota kecil ini.
Bukan, bukan jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin aku terlalu berhalusinasi jika menyebutnya ‘jatuh cinta’. Mungkin juga akan kau tertawakan jika bagiku perjumpaan kita lebih tepatnya tepatnya dejavu. Rasanya aku mengenalmu pernah melihatmu di suatu tempat bahkan berbagi cerita yang mengundang tawa kecilmu di suatu waktu di masa lalu.
romantis ya?


Tapi siapa? Dimana? Kapan?

Penjaga warnet tempatku dulu mendownload video kah, atau Anak SMA yang setiap paginya menaiki angkutan umum yang sama denganku ? Ah sudahlah… pikirku sambil menyeruput lagi kopi yang hampir dingin itu.

Tahukah kau, wahai lelaki yang kutemui di kedai kopi. Tanpa Lelah aku mengawasimu dengan sudut mataku. Sambil tersenyum kecil melihat ekspresi lucu di wajahmu saat berbicara dengan mereka yang hendak memesan, sembari memanggil kembali memori lama. Mungkin di dalamnya akan kutemukan dirimu atau mungkin jika beruntung…… akan kutemukan: Kita.

Tapi seperti kata pepatah :Bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memoriku enggan memberikan petunjuk. Semakin dipaksa semakin membuat pikiranku kusut, tapi entah apa yang membuat wajahmu, gerak gerikmu bahkan suaramu terdengar tidak asing bagiku. Apakah di kehidupan sebelumnya kita adalah dua sahabat karib?

Tahukah kamu, wahai lelaki yang kutemui di kedai kopi. Sekarang sudah pukul 03.09 dini hari ketika jari jemariku menari dengan lancarnya di keyboard laptop demi menuliskan memori tentangmu. Sebegitu takutnya aku akan kehilangan lagi kenangan tentangmu yang mungkin sebenarnya tidak pernah ada.

Tahukah kamu, wahai lelaki yang kutemui di kedai kopi. Sejak hari itu, secangkir kopi hitam buatanku di rumah setiap sore mengingatkanku padamu. Memanggil kembali rasa penasaran yang seolah menantang untuk dipuaskan.

Seperti yang kutuliskan di atas, pertemuan kita sore itu akhirnya membuatku percaya pada pertanda. Pertemuan yang disebut ‘kebetulan’. Bukanlah sebuah kebetulan temanku yang sebenarnya bisa ‘berburu wifi’ sendiri memanggilku sore itu. Bukan juga kebetulan café yang kami tempati menyajikan kopi ‘termanis’ dengan wifi terburuk. Bukan juga kebetulan kami memilih kedai kecilmu yang berada tak jauh dari tempat kami sebelumnya.
untukmu lelaki yang kutemui di kedai kopi


Wahai lelaki yang kutemui di kedai kopi, apakah kau percaya takdir? Tidakkah menurutmu semesta sedang bercanda denganku saat ini? Bagaimana bisa untuk seorang yang baru kutemui, kau seperti sudah lama ku akrabi?

Tidak.. ini masih belum bisa disebut cinta. Percayalah, cinta lebih rumit dari sekedar penasaran tentang orang asing. Ini hanya sebuah perasaan akrab dengan seseorang yang baru kau temui.
Ah, untuk apa juga kutuliskan semua ini, tanyaku pada diri sendiri. Tersenyum simpul sambil menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 3 dini hari.  

Mungkin ini hanya catatan kecil untukmu, Lelaki yang kutemui di kedai Kopi. Melalui ini kuselipkan harapan dan doa agar suatu saat nanti aku bisa berkesempatan menikmati LAGI kopi di tempatku melihatmu kala itu, kopi hitam yang kau seduh untukku.


18 komentar: